BINGKAI PENAFSIRAN SILPA PEMERINTAH DESA BAGAI BURUK RUPA KETIKA CERMIN DIBELAH
Akuntansi merupakan bahasa teknis dari sebuah organisasi. Akuntansi dapat didefinisikan sebagai seperanggu simbol bahasa atau representasi simbolik yang merujuk pada sebuah nilai atau fakta tertentu. Karena efek komunikatif merupakan sasaran penyampaian informasi dari penyedia informasi kepada p...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Theses and Dissertations NonPeerReviewed |
Language: | English English |
Published: |
2018
|
Subjects: | |
Online Access: | http://repository.unair.ac.id/70333/1/abstrak.pdf http://repository.unair.ac.id/70333/2/full%20text.pdf http://repository.unair.ac.id/70333/ |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Universitas Airlangga |
Language: | English English |
Summary: | Akuntansi merupakan bahasa teknis dari sebuah organisasi. Akuntansi dapat
didefinisikan sebagai seperanggu simbol bahasa atau representasi simbolik yang
merujuk pada sebuah nilai atau fakta tertentu. Karena efek komunikatif
merupakan sasaran penyampaian informasi dari penyedia informasi kepada
pengguna informasi, maka ungkapan bahasa harus tepat sehingga maknanya dapat
diinterpretasikan sama persis dengan makna yang dimaksudkan. Simbol akuntansi
dalam sebuah organisasi kepemerintahan (termasuk pemerintah desa) dikenal
bernama “SiLPA” dan “SILPA”. Kedua simbol akuntansi ini memang memiliki
pengucapan kata yang sama dan walaupun hanya berbeda dari penulisan satu
huruf saja, akan tetapi kedua simbol ini memiliki makna yang berbeda.
Berbagai fenomena mengenai asal usul SILPA terjadi di organisasi publik.
SILPA muncul bisa karena perhitungan rancangan anggaran biaya yang tidak
tepat, tidak terlaksananya program dan kegiatan yang sudah dianggaran pada
tahun berjalan, hingga telatnya pencairan dana dari pusat ke daerah. Adapun
fenomena SILPA ini banyak terjadi di organisasi publik, akan tetapi belum ada
penelitian akuntansi yang dilakukan terkait dengan SILPA tersebut. Pemaknaan
SILPA tergantung pada apa yang diinginkan oleh para penguasa anggaran, dimana
masing-masing penguasa memiliki persepsi berbeda tentang SILPA. Pada tahap
pemaknaan ini lah mereka berhak menafsirkan makna apa yang terkandung dalam
SILPA.Pemaknaan atas SILPA yang ditemukan dilapangan memberikan hasil
pemaknaan yang berbeda opeh para pelaku anggaran. Pertama, SILPA dimaknai
sebagai hutang jika SILPA berasal dari kegiatan yang tidak dilaksanakan pada
tahun aggaran yang berjalan. Kedua, SILPA dimaknai sebagai prestasi jika
seluruh kegiatan dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dengan disertai penghematan
anggaran. Ketiga, SILPA dimaknai sebagai hak Kepala Desa, dimana Kepala
Desa merasa sudah mengelola keuangan dan aset desa selama tahun anggaran
berjalan. Keempat, SILPA dimaknai bergantung darimana asalnya, tidak bisa
langsung dikatakan sebagai prestasi maupun wanprestasi |
---|