PENERAPAN BATAS USIA DEWASA DALAM HUKUM PERJANJIAN
Menurut pasal 330 BW anak yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 21 tahun dan belum dewasa serta tidak mengajukan pendewasaan (handlichting). Menurut UU Perkawinan Nasional (UU No.1 Tahuo 1974) anak yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 18 tahun, dan apabila anak ini melakukan s...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Theses and Dissertations NonPeerReviewed |
Language: | English Indonesian |
Published: |
2004
|
Subjects: | |
Online Access: | http://repository.unair.ac.id/91563/1/KKB%20KK2%20TMK%2055%2004%20ARI%20P%20i.pdf http://repository.unair.ac.id/91563/2/KKB%20KK2%20TMK%2055%2004%20ARI%20P.pdf http://repository.unair.ac.id/91563/ http://lib.unair.ac.id |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Institution: | Universitas Airlangga |
Language: | English Indonesian |
Summary: | Menurut pasal 330 BW anak yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 21 tahun dan belum dewasa serta tidak mengajukan pendewasaan (handlichting). Menurut UU Perkawinan Nasional (UU No.1 Tahuo 1974) anak yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 18 tahun, dan apabila anak ini melakukan suatu perjanjian, maka menurut pasal l320 BW perjanjian tersebut sah dengan bersyarat, artinya selama ia tidak menuntut pembatalan. Pada pasal 1320 BW, perjanjian yang tidak memenuhi unsur kecakapan berakibat hukum perjanjian tersebut dapat dibatalkan, dan apabila pihak yang belum dewasa tersebut merasa dirugikan, maka anak tersebut mempunyai hak untuk gugat dengan diwakili oleh orang tua atau walinya dapat menuntut ganti rugi. |
---|